Minggu, 29 Januari 2012

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Seorang anak lahir di dunia dengan kondisi yang berbeda-beda. Ada anak dengan kondisi normal tetapi ada juga anak yang lahir dengan membawa ”kelainan-kelainan” seperti autis, down syndrome, hiperaktif, tuna rungu, cacat fisik, dan lain-lain. Istilah special need atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) digunakan untuk menggantikan kata anak cacat atau ”Anak Luar Biasa (ALB)”, yang menandakan adanya kelainan khusus tersebut untuk menghindari konotasi negatif (Delphie, 2006:1). Ketika memasuki usia sekolah biasanya mereka masuk di sekolah luar biasa atau SLB, disini siswa akan berada dalam lingkungan yang homogen sesuai dengan kondisi mereka. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang jauh lebih heterogen, sangatlah dibutuhkan untuk membantu mereka agar terbiasa beradaptasi dengan baik. Hal ini akan sangat berpengaruh pada masa depan mereka ketika sudah bekerja, dimana nantinya mereka tidak hanya bergaul dengan orang-orang yang special need. Selain itu, mereka juga akan lebih dapat mengembangkan potensi yang dimiliki ketika bergaul dengan anak ”normal” lainnya.
Torey Hayden, seorang pengajar anak berkebutuhan khusus di salah satu sekolah di Inggris mengatakan bahwa anak berkebutuhan khusus terus belajar dan berkembang meskipun mungkin lebih lambat daripada murid kebanyakan. Proses pendidikan inklusi bagi mereka membawa satu tujuan utama, yaitu membawa anak jauh lebih dapat mandiri meski murid berkebutuhan khusus mungkin memerlukan bantuan dan bimbingan selagi masih mempelajari keterampilan tujuan belajar itu sendiri.
Diperlukan sebuah kemampuan menjalin hubungan personal antar pribadi dan keterampilan berkomunikasi seorang guru tentang bagaimana mengajar anak untuk belajar dalam kegiatan pembelajaran di kelas inklusi. Menurut Tarmansyah (2007 :13), guru berperan memberikan instruksi dalam upaya mengembangkan pengetahuan pembelajar sesuai dengan latar belakang mereka. Hal yang paling utama dalam hal ini adalah keikutsertaan siswa dalam membangun kemampuan memaknai arti dari informasi yang diterimanya.
 Kemampuan seorang guru dalam berdialog dengan siswa mendorong terjadinya interaksi yang efektif. Tinjauan kondisi psikologis anak berkebutuhan khusus yang begitu beragam dalam kelas inklusi akan sangat berpengaruh terhadap teknik yang digunakan guru dalam komunikasi verbal dan non verbal. Unsur-unsur komunikasi yang ada di dalamnya dipengaruhi oleh gaya komunikasi yang diterapkan oleh guru kepada siswa.


1.    KOMUNIKASI PENDIDIKAN
Komunikasi dalam pendidikan merupakan unsur yang sangat penting kedudukannya. Bahkan ia sangat besar peranannya dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang bersangkutan. Di dalam pelaksanaan pendidikan formal (pendidikan melalui sekolah), tampak jelas adanya peran komunikasi yang sangat menonjol terutama pada komunikasi instruksional. Menurut Yusup (1990 : 14), komunikasi dalam kelas terdiri dari komunikasi intrapersona dan komunikasi antarpersona. Komunikasi intrapersona tampak pada kejadian berpikir, memersepsi, mengingat, dan mengindera. Sedangkan komunikasi antarpersona ialah bentuk komunikasi yang berproses dari adanya ide atau gagasan informasi seseorang kepada orang lain misalnya ketika guru komunikas memberi kuliah, berdialog, bersambung rasa, berdebat, dll. Tanpa keterlibatan komunikasi, tentu segalanya tidak bisa berjalan. Bahkan kegiatan mengajar merupakan bagian inti dari seluruh kegiatan dalam belajar mengajar.
Pengajaran adalah lebih dari sekedar memberikan informasi pada sekelompok siswa. Tugas guru adalah menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk mengajar dan belajar. Suasana diciptakan oleh guru dan siswa, tetapi guru mempunyai tanggung jawab dan mengorganisasi pekerjaan siswa, mengatur waktu seefisien mungkin, dan mengatur jalannya interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa lain.
Dalam mengajar, guru membutuhkan suatu bayangan, misalnya ketika akhir dari suatu periode, pada akhir minggu, atau akhir satu unit dan pada akhir tahun ajaran. Hal ini diperlukan untuk mengetahui apa yang dibutuhkan siswa supaya pelajaran dapat berfungsi efektif dalam kelas.Dalam halnya dengan gaya komunikasi guru, pengaturan waktu dan persiapan materi belajar mengajar akan berpengaruh pada kondisi kelas dan akan terlihat gaya komunikasi apa yang digunakan oleh guru tersebut.
Menurut Djiwandono (2002: 286), guru dapat menggunakan 3 kunci strategi manapun pada tingkat apapun untuk menghentikan tingkah laku, yaitu;
1. Kedekatan fisik. Guru dapat berjalan mengelilingi siswa selama mengajar dan selama siswa duduk mengerjakan tugas.
2. Kontak mata. Guru membutuhkan kontak mata dengan seluruh siswa di kelas selama mengajar, jika siswa sedang mengerjakan tugas, guru dapat mendatangi siswa yang mempunyai pertanyaan daripada siswa yang menuju ke meja guru untuk bertanya.
3. Sikap diam. Kombinasi kontak mata dengan sikap diam akan membiarkan guru untuk melihat siswa.


2.    PENDIDIKAN INKLUSIF
Pendidikan inklusif adalah sebuah konsep atau pendekatan pendidikan yang berupaya menjangkau semua anak tanpa kecuali. Mereka semua memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan. Pendidikan inklusi bukan hanya untuk anak-anak yang membutuhkan layanan khusus atau anak-anak cacat (Tarmansyah, 2007:11). Dengan diselenggarakannya pendidikan inklusi bukan berarti SLB (Sekolah Luar Biasa), sekolah terpadu dan SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) ditutup, akan tetapi dijadikan mitra kerja yang baik dengan penyelenggaraan sekolah inklusi bahkan jika perlu dijadikan nara sumber bagi guru-guru khusus yang mengajar di sekolah inklusi.
Munculnya sekolah inklusi karena memiliki beberapa keistimewaan antara lain : 1) keberadaan anak cacat diakui sejajar dengan anak normal; 2) lingkungan mengajarkan kebersamaan dan menghilangkan diskriminasi; 3) memberi kesan pada orang tua dan masyarakat bahwa anak cacat pun mampu seperti anak pada umumnya; 4) anak yang berkelainan akan belajar menerima dirinya sebagaimana adanya dan juga tidak menjadi asing lagi di lingkungannya; 5) aktifitas yang mungkin dapat diikuti anak cacat ada kesempatan untuk berpartisipasi sehingga dapat menunjukkan kemampuannya di lingkungan anak normal; dan 6) membutuhkan pegangan diri yaitu dengan belajar secara kompetitif, eksistensi
anak cacat akan teruji dalam persaingan secara sehat dengan anak pada umumnya.

PERAN ORANG TUA
Kehadiran anak cacat sering kali tidak diharapkan oleh keluarga. Sikap orang tua ada yang menerima atau menolak kehadiran anak cacat fisik ditengahtengah kehidupan mereka. Sikap ini akan mempengaruhi perkembangan sosial anak, salah satunya aktualisasi diri. Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka disarankan bagi orang tua diharapkan lebih peduli dan perhatian terhadap anaknya serta menyadari bahwa bahwa dirinya adalah orang tua dari anak penyandang cacat, dengan demikian orang tua dapat bersikap lebih realistis dan lebih sabar dalam menghadapi anaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar