Minggu, 29 Januari 2012

CACAT FISIK TIDAK MENJADI MASALAH BAGI ENCAH

Anak merupakan sebuah anugrah bagi para orang tua. Seorang anak lahir di dunia dengan kondisi yang berbeda-beda. Ada anak dengan kondisi normal tetapi ada juga anak yang lahir dengan membawa ”kelainan-kelainan” seperti autis, down syndrome, hiperaktif, tuna rungu, cacat fisik, dan lain-lain. Istilah special need atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) digunakan untuk menggantikan kata anak cacat atau ”Anak Luar Biasa (ALB)”, yang menandakan adanya kelainan khusus tersebut untuk menghindari konotasi negatif (Delphie, 2006:1).
Di daerah Cibarusah tepatnya di kampung leuwimalang RT 07/RW 04 kecamatan Cibarusah kabupaten Bekasi, terdapat seoarang anak penyandang cacat yang bernama Encah Aisyah, anak ini merupakan anak dari pasangan bapak Endi dan ibu Darsih. Ketika encah lahir, ia sebenarnya bukan anak penyandang cacat. Namun, ketika umurnya kira-kira lima bulan, ia mengalamin sakit kejang dan demam yang sangat tinggi. “Ibu tidak sanggup membawa Encah ke klinik, karena waktu itu keadaan ekonomi keluarga ibu sedang rendah. Ibu hanya bisa merawatnya sendiri di rumah. Namun, kenyataan buruk menimpa ibu dan ibu harus menerima kenyataan bahwa anak ibu cacat” (Ujar ibu Darsih dengan perasaan sedih).
Encah adalah anak yang rajin. Terbukti ketika saya menyambangi rumahnya pada sore hari, ia sedang menyetrika baju. Ibu Darsih juga merasa bangga karena dengan keterbatasan fisik anaknya, Encah masih bisa melakukan sesuatu sendiri dan bahkan membantu pekerjaan rumah. Terkadang ia juga menyapu halaman rumah dan membersihkan tempat tidurnya sendiri. Selain merasa bangga, ibu darsih juga sering merasa sedih karena tidak tega melihat anaknya seperti itu.
Sekarang ini, Encah telah berusia 12 tahun dan pada tahun ajaran baru 2011 ini ia masuk sekolah tingkat SMP. Dengan nada bangga, ibu darsih mengatakan bahwa Ia akan menyekolahkan anaknya di MTS Yapida saja. Alasannya karena letak sekolahnya dekat dengan rumah dan lingkungannya pun sudah dikenal. Ia merasa senang ketiaka ia akan meneruskan sekolah di MTS Yapida, karena di sekolah tesebut ia memiliki banyak teman sehingga ia tidak merasa sendiri dan asing di sekolah yang akan ia tempati dalam mengenyam pendidikannya nanti.
Sama seperti anak pada umumnya, Encah dapat bersosialisasi dengan baik sehingga ia dapat bermain bersama teman sebayanya. Meskipun Encah adalah anak penyandang cacat, ia tidak merasa minder ataupun malu dengan kedaanya. Lingkungannya juga sangat mendukung karena warga kampung leuwimalang tidak pernah membedakan anak penyandang cacat dan anak normal. Mereka selalu memperlakukan semua anak itu sama. Tapi berbeda dengan lingkungan sekolah ketika Encah SD. Menurut ibunya, terkadang Encah medapatkan kata-kata yang tidak enak di dengar oleh teman-temannya. Namun ibunya salut dengan psikologi Encah karena ia tidak pernah mengeluh kepada ibunya dan ia juga tidak pernah memusingkan ucapan-ucapan yang tidak enak di dengar itu dari teman-temannya.
Meskipun tangan kanan dan kaki kanannya cacat, semangat Encah dalam menuntut ilmu tidak pernah surut. Terbukti ketika ia masih duduk di bangku SD, ia juga bersekolah madrasah seperti anak-anak yang lainnya. Pada pagi hari ia bersekolah di SDN Wibawamulya 01 di kampung Lio, siang hari ia bersekolah madrasah di kampung Lio juga yaitu di madrasah Hidayatul Atfal yang dipimpin oleh ust. Arif Rahman Hakim. Tidak hanya itu, pada sore harinya pun Encah masih menuntut ilmu yaitu dengan mengaji di tempat pengajian ibu hamdah yang memang khusus pengajian anak-anak.
Dengan keterbatasan fisik yang Encah alami, ia masih mementingkan pendidikanya. Ibunya juga begitu menerima dengan kedaan fisik anaknya dan selalu mendukung Encah dalam hal apa pun termasuk pendidikan. Mungkin dari sikap menerima ibunyalah Encah menjadi anak yang penuh semangat dan tidak pernah merasa bahwa ia adalah anak yang kekurangan dalam fisik. Ia merasa diperlakukan dan diperhatikan dengan baik oleh keluarganya, sehingga ia merasakan kenyamanan pada dirinya dan tidak pernah bertingkah aneh selayaknya anak penyandang cacat yang tidak mendapat perhatian dari kelurganya.
Kekurangan fisik bukan alasan bagi Encah dalam menjalani hidupnya seperti orang normal. Ia tidak pernah merasa sedih dengan kedaan fisiknya yang kurang. Ia selalu bersemangat dan ceria menjalani hari-harinya yang penuh dengan kegiatan positif. Belajar dan terus belajar merupakan rutinitas yang ia kerjakan setiap harinya. Membantu ibunya dalam mengerjakan pekerjaan rumah pun tidak pernah ia tinggalkan. Dari situlah ibunya bangga dengan Encah, meskipun anaknya kekurangan tapi Encah selalu melakukan hal yang baik dan membuat ibunya senang.
Dari kasus ini kita dapat melihat dan belajar betapa hebatnya seorang anak bernama Encah yang begitu semangat dalam menjalani hidupnya meskipun ia memiliki kekurangan. Tidak ada alasan bagi kita sebagai anak normal untuk menjalani hidup ini dengan bermalas-malasan karena jika kita melihat kedaan seorang anak bernama Encah di atas, seharunya kita malu dan bercermin kepada diri sendiri. Anak yang memiliki kekurangan dalam fisiknya saja mempunyai semangat besar dalam menuntut ilmu, jadi apalagi kita yang memiliki kesempurnaan dalam fisik kita harus lebih semangat dalam menuntut ilmu.

“Jadikanlah hidupmu berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Janganlah menjadikan kekurangan yang ada dalam dirimu menjadi hambatan untuk melakukan hal yang positif.”

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Seorang anak lahir di dunia dengan kondisi yang berbeda-beda. Ada anak dengan kondisi normal tetapi ada juga anak yang lahir dengan membawa ”kelainan-kelainan” seperti autis, down syndrome, hiperaktif, tuna rungu, cacat fisik, dan lain-lain. Istilah special need atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) digunakan untuk menggantikan kata anak cacat atau ”Anak Luar Biasa (ALB)”, yang menandakan adanya kelainan khusus tersebut untuk menghindari konotasi negatif (Delphie, 2006:1). Ketika memasuki usia sekolah biasanya mereka masuk di sekolah luar biasa atau SLB, disini siswa akan berada dalam lingkungan yang homogen sesuai dengan kondisi mereka. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang jauh lebih heterogen, sangatlah dibutuhkan untuk membantu mereka agar terbiasa beradaptasi dengan baik. Hal ini akan sangat berpengaruh pada masa depan mereka ketika sudah bekerja, dimana nantinya mereka tidak hanya bergaul dengan orang-orang yang special need. Selain itu, mereka juga akan lebih dapat mengembangkan potensi yang dimiliki ketika bergaul dengan anak ”normal” lainnya.
Torey Hayden, seorang pengajar anak berkebutuhan khusus di salah satu sekolah di Inggris mengatakan bahwa anak berkebutuhan khusus terus belajar dan berkembang meskipun mungkin lebih lambat daripada murid kebanyakan. Proses pendidikan inklusi bagi mereka membawa satu tujuan utama, yaitu membawa anak jauh lebih dapat mandiri meski murid berkebutuhan khusus mungkin memerlukan bantuan dan bimbingan selagi masih mempelajari keterampilan tujuan belajar itu sendiri.
Diperlukan sebuah kemampuan menjalin hubungan personal antar pribadi dan keterampilan berkomunikasi seorang guru tentang bagaimana mengajar anak untuk belajar dalam kegiatan pembelajaran di kelas inklusi. Menurut Tarmansyah (2007 :13), guru berperan memberikan instruksi dalam upaya mengembangkan pengetahuan pembelajar sesuai dengan latar belakang mereka. Hal yang paling utama dalam hal ini adalah keikutsertaan siswa dalam membangun kemampuan memaknai arti dari informasi yang diterimanya.
 Kemampuan seorang guru dalam berdialog dengan siswa mendorong terjadinya interaksi yang efektif. Tinjauan kondisi psikologis anak berkebutuhan khusus yang begitu beragam dalam kelas inklusi akan sangat berpengaruh terhadap teknik yang digunakan guru dalam komunikasi verbal dan non verbal. Unsur-unsur komunikasi yang ada di dalamnya dipengaruhi oleh gaya komunikasi yang diterapkan oleh guru kepada siswa.


1.    KOMUNIKASI PENDIDIKAN
Komunikasi dalam pendidikan merupakan unsur yang sangat penting kedudukannya. Bahkan ia sangat besar peranannya dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang bersangkutan. Di dalam pelaksanaan pendidikan formal (pendidikan melalui sekolah), tampak jelas adanya peran komunikasi yang sangat menonjol terutama pada komunikasi instruksional. Menurut Yusup (1990 : 14), komunikasi dalam kelas terdiri dari komunikasi intrapersona dan komunikasi antarpersona. Komunikasi intrapersona tampak pada kejadian berpikir, memersepsi, mengingat, dan mengindera. Sedangkan komunikasi antarpersona ialah bentuk komunikasi yang berproses dari adanya ide atau gagasan informasi seseorang kepada orang lain misalnya ketika guru komunikas memberi kuliah, berdialog, bersambung rasa, berdebat, dll. Tanpa keterlibatan komunikasi, tentu segalanya tidak bisa berjalan. Bahkan kegiatan mengajar merupakan bagian inti dari seluruh kegiatan dalam belajar mengajar.
Pengajaran adalah lebih dari sekedar memberikan informasi pada sekelompok siswa. Tugas guru adalah menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk mengajar dan belajar. Suasana diciptakan oleh guru dan siswa, tetapi guru mempunyai tanggung jawab dan mengorganisasi pekerjaan siswa, mengatur waktu seefisien mungkin, dan mengatur jalannya interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa lain.
Dalam mengajar, guru membutuhkan suatu bayangan, misalnya ketika akhir dari suatu periode, pada akhir minggu, atau akhir satu unit dan pada akhir tahun ajaran. Hal ini diperlukan untuk mengetahui apa yang dibutuhkan siswa supaya pelajaran dapat berfungsi efektif dalam kelas.Dalam halnya dengan gaya komunikasi guru, pengaturan waktu dan persiapan materi belajar mengajar akan berpengaruh pada kondisi kelas dan akan terlihat gaya komunikasi apa yang digunakan oleh guru tersebut.
Menurut Djiwandono (2002: 286), guru dapat menggunakan 3 kunci strategi manapun pada tingkat apapun untuk menghentikan tingkah laku, yaitu;
1. Kedekatan fisik. Guru dapat berjalan mengelilingi siswa selama mengajar dan selama siswa duduk mengerjakan tugas.
2. Kontak mata. Guru membutuhkan kontak mata dengan seluruh siswa di kelas selama mengajar, jika siswa sedang mengerjakan tugas, guru dapat mendatangi siswa yang mempunyai pertanyaan daripada siswa yang menuju ke meja guru untuk bertanya.
3. Sikap diam. Kombinasi kontak mata dengan sikap diam akan membiarkan guru untuk melihat siswa.


2.    PENDIDIKAN INKLUSIF
Pendidikan inklusif adalah sebuah konsep atau pendekatan pendidikan yang berupaya menjangkau semua anak tanpa kecuali. Mereka semua memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan. Pendidikan inklusi bukan hanya untuk anak-anak yang membutuhkan layanan khusus atau anak-anak cacat (Tarmansyah, 2007:11). Dengan diselenggarakannya pendidikan inklusi bukan berarti SLB (Sekolah Luar Biasa), sekolah terpadu dan SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) ditutup, akan tetapi dijadikan mitra kerja yang baik dengan penyelenggaraan sekolah inklusi bahkan jika perlu dijadikan nara sumber bagi guru-guru khusus yang mengajar di sekolah inklusi.
Munculnya sekolah inklusi karena memiliki beberapa keistimewaan antara lain : 1) keberadaan anak cacat diakui sejajar dengan anak normal; 2) lingkungan mengajarkan kebersamaan dan menghilangkan diskriminasi; 3) memberi kesan pada orang tua dan masyarakat bahwa anak cacat pun mampu seperti anak pada umumnya; 4) anak yang berkelainan akan belajar menerima dirinya sebagaimana adanya dan juga tidak menjadi asing lagi di lingkungannya; 5) aktifitas yang mungkin dapat diikuti anak cacat ada kesempatan untuk berpartisipasi sehingga dapat menunjukkan kemampuannya di lingkungan anak normal; dan 6) membutuhkan pegangan diri yaitu dengan belajar secara kompetitif, eksistensi
anak cacat akan teruji dalam persaingan secara sehat dengan anak pada umumnya.

PERAN ORANG TUA
Kehadiran anak cacat sering kali tidak diharapkan oleh keluarga. Sikap orang tua ada yang menerima atau menolak kehadiran anak cacat fisik ditengahtengah kehidupan mereka. Sikap ini akan mempengaruhi perkembangan sosial anak, salah satunya aktualisasi diri. Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka disarankan bagi orang tua diharapkan lebih peduli dan perhatian terhadap anaknya serta menyadari bahwa bahwa dirinya adalah orang tua dari anak penyandang cacat, dengan demikian orang tua dapat bersikap lebih realistis dan lebih sabar dalam menghadapi anaknya.

Kamis, 26 Januari 2012

MEMBACA MENAMBAH PENGETAHUAN

BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang Masalah
Membaca merupakan sebuah proses kegiatan untuk memperoleh informasi. Dengan membaca kita dapat mengetahui sesuatu yang belum kita ketahui, membaca juga memberikan wawasan yang luas terhadap pengetahuan kita. Begitu banyak manfaat membaca, namun kegiatan ini sangat sulit untuk di jadikan rutinitas sehari-hari. Terpacu oleh keadaan seperti itu, maka saya menyajikan sebuah makalah yang berjudul “Membaca Menambah Pengetahuan“.
Apa yang telah kita baca dan untuk apa kita membaca? jawaban dari pertanyaan tersebut telah saya sajikan dalam makalah ini. Begitu juga dengan proses dalam kegiatan membaca seperti, tujuan membaca; teknik yang digunakan ketika membaca; kesulitan saat membaca berserta cara mengatasinya; manfaat membaca; hal-hal yang perlu diperhatikan saat menginformasikan bacaan; sampai hubungan membaca dengan keterampilan bahasa lainnya (menyimak, berbicara, menulis). Pembahasan tersebut didasarkan oleh kondisi lemahnya kegiatan membaca di Indonesia dewasa ini.

1.2    Tujuan Penulisan
Disamping  untuk memenuhi tugas mata kuliah keterampilan membaca, tujuan saya menyusun makalah ini yaitu:
1.    Memberitahukan  manfaat membaca.
2.    Menejelaskan teknik membaca.
3.    Mempelajari cara mengatasi kesulitan/kendala membaca.
4.    Mengetahui hal apa saja yang perlu diperhatikan saat menginformasikan bacaan yang telah di baca.
5.    Mempelajari hubungan keterampilan membaca dengan menyimak, berbicara, dan menulis.

1.3    Manfaat Penulisan
Penyusunan makalah ini tentunya saya harapkan dapat bermanfaat bagi kita semua dalam memperluas pengetahuan mengenai keterampila membaca. Khususnya bagi mahasiswa, semoga dapat dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri dan meningkatkan kualitas membaca.



BAB II
PEMBAHASAN


2.1    Bacaan Yang Baik
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat suatu pandangan sekilas, dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak dipenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca tidak terlaksana dengan baik (Hodgson 1960:43-44).
Begitu banyak tulisan yang dapat kita baca, namun bacaan tersebut harus kita pilih mana yang baik dan bermanfaat untuk dibaca. Sebelum penulisan makalah ini saya telah membaca sebuah buku yang berjudul Mahir Menulis karya prof. mudrajad kuncoro, ph.d. buku ini menjelaskan tentang bagaiman cara menulis sebuah tulisan yang baik. Dalam buku tersebut terdapat beberapa bab, namun dalam kegiatan ini saya membahas bab pertama yaitu menumbuhkan motivasi menulis. Mengapa dalam kegiatan tersebut saya membahas hal itu, karena dewasa ini banyak orang yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk menulis namun tidak dapat menjadikannya sebagai kegiatan yang ditekuni dan digemari.
Bab pertama dalam buku mahir menulis yaitu menumbuhkan motivasi menulis memiliki beberapa faktor pendukung dalam menumbuhkan motivasi kita untuk menulis, yaitu:


1.    Perintah menulis
Perintah membaca dan menulis ini merupakan perintah yang paling berharga yang diberikan kepada umat manusia sebab membaca merupakan jalan yang akan mengantarkan manusia mencapai derajat kemanusiaan yang sempurna. Seorang ulama salaf, dalam tafsir Al-Qurthubi, menyatakan: “Menulis adalah nikmat termahal yang diberikan oleh allah, ia juga sebagai perantara untuk memahami sesuatu. Tanpanya, agama tidak akan berdiri, kehidupan menjadi tidak terarah…”.
2.    Semua orang punya bakat menulis
Sebenarnya semua orang memiliki bakat dalam menulis, contohnya: kita sering menulis surat atau chatting dengan pacar, suami, istri atau sahabat. Namun semua itu perlu dilatih dan meningkatkan keterampilan menulis untuk berbagai kebutuhan. Sehingga tulisan tersebut dapat dinikmati dan bermanfaat bagi orang banyak.
3.    Menjadi penulis produktif
    Jadikan kegiatan menulis sebagai pilihan hidup.
    Menumbuhkan kebiasaan menulis dalam diri kita.
    Mengikuti seminar, talk show atau workshop untuk menambah wawasan menulis kita.
    Mengamati peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam kehidupan kita setiap harinya.

4.    Menjadi kaya dengan menulis
Dengan kita banyak menulis, apalagi tulisan kita dapat dipublikasikan, maka kita akan mendapatkan hasil dari tulisan kita. Bukan tidak mungking dengan tulisan yang kita buat, kita dapat menjadi kaya. Contohnya J.K. Rowling dia seorang penulis novel yang terkenal dengan novelnya yaitu Harry Potter. Dari satu judul novel saja J.K.Rowling mendapatkan royalty US$2,97 juta atau sekitar Rp29,7 miliar. Jadi bukan hal yang tidak mungkin jika kita menjadi kaya dengan menulis.
Buku tersebut memotivasi kita untuk terus mengembangkan kemampuan kita dalam menulis, karena menulis merupakan hal yang bermanfaat bagi kita maupun orang banyak.

2.2    Tujuan Membaca
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi memahami makna bacaan. Makna atau arti saling berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca. Berikut ini adalah beberapa hal penting dari membaca:
a.    Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang dilakukan oleh tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta.
b.    Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang dialami sang tokoh, dan merangkum hal-hal yang dilakukan oleh sang pengarang untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama.
c.    Membaca menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap cerita, apa yang terjadi mula-mula hingga akhir cerita untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita.
d.    Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh sang pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah,. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi.
e.    Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan.
Tujuan-tujuan membaca setiap orang pasti berbeda-beda, ada yang hanya untuk mengisi waktu luang dan ada juga yang sekedar dijadikan sebagai hiburan saja. Tujuan yang dijelaskan diatas mungkin jarang dipikirkan oleh sebagian orang, namun tidak sedikit juga orang yang bertujan seperti itu dalam membaca. Seorang sarjana pernah mengatakan, bahwa orang yang membaca dengan baik adalah orang yang biasanya berpikir baik; dia memiliki suatu dasar pendapat dan tujuan yang hendak dicapainya.
Dari beberapa tujuan membaca diatas, kegiatan membaca yang saya lakukan sebelum menulis makalah ini yaitu termasuk kedalam tujuan poin b. Mengapa demikian, karena dalam kegitan membaca yang saya lakukan tersebut yaitu bertujuan untuk memperoleh ide-ide pokok untuk kemudian dipresentasikan kepada teman-teman di kelas.

2.3    Manfaat Membaca
Dengan membaca bacaan yang baik kita dapat memperoleh manfaat yang baik juga, tetapi jika kita membaca bacaan yang kurang baik; contohnya: Koran atau majalah yang bertujuan sebagai hiburan yang hanya ada gambar-gambar seksi (porno), maka orang-orang tersebut tidak akan mendapatkan manfaat dari hasil bacaannya, mereka hanya membuang-buang waktu dengan kegiatan yang tidak penting.
Banyak hal yang kita dapatkan dari membaca, begitu juga dengan saya. Dalam kegiatan mambaca yang saya lakukan dengan buku berjudul Mahir Menulis, saya mendapatkan banyak sekali ilmu yang belum saya ketahui, diantaranya; Saya dapat mengetahui bagaimana cara untuk menumbuhkan motivasi menulis, bagaimana cara untuk menjadikan kegiatan menulis sebagai kegiatan rutin, mengetahui manfaat apa saja yang diperoleh jika kita menulis, dan saya juga mengetahui bahwa dengan menulis kita dapat menjadi kaya.
Manfaat  yang saya dapatkan tersebut tidak hanya untuk saya, namun manfaat tersebut diperoleh juga oleh tema-teman di kelas, karena hasil bacaan tersebut saya informasikan kembali kepada mereka. Ternyata bukan hanya itu saja manfaat yang saya dapatkan dari membaca, tetapi dengan menginformasikan hasil bacaan kepada teman-teman, saya dapat belajar bagaimana cara menginformasikan bacaan dengan baik dan juga belajar berbicara dihadapan orang banyak.

2.4    Teknik Membaca
Banyak teknik membaca yang dapat kita aplikasikan dengan kegiatan membaca kita, namun setiap orang memiliki teknik yang berbeda-beda. Begitu juga dengan saya, biasanya saya menggunakan tekik SQ3R yaitu survey, question, read, recite, dan review dalam kegiatan membaca yang saya lakukan. Pada buku yang saya baca yaitu Mahir Menulis, yang pertama saya lakukan adalah melihat-lihat dari judul, bab-bab serta subbab yang terdapat dalam buku tersebut, kedua saya bertanya-tanya tentang pembahasan yang ada dalam bab tersebut, ketiga setelah bertanya-tanya kemudian saya membaca buku itu dengan menangkap hal-hal yang penting, keempat saya menceritakan kembali dengan bahasa sendiri dan yang terakhir saya lakukan yaitu meninjau kembali apa yang telah saya baca.
2.5    Kesulitan Atau Kendala Membaca
Setiap kegiatan pasti memiliki kesulitan atau kendala tersendiri, dalam kegiatan membaca pun sama. Ketika saya membaca, saya mengalami hambatan-hambatan yang mengganggu kegiatan membaca saya. Hambatan-hambatan tersebut diantaranya;
    Sulit berkonsentrasi; awalnya saya membaca dengan santai dan saya juga dapat menangkap maksud dari apa yang saya baca, namun lama-kelamaan konsentarasi saya melemah. Akhirnya saya harus mengulang membaca untuk mendapatkan maksud dari semua yang say abaca tersebut.
    Melakukan kebiasaan buruk dalam membaca, contohnya; saya sering membaca dengan bersuara, padahal kebiasaan tersebut itu tidak baik dan hanya menghambat proses membaca saya. Saya juga sering mengulang-ulang kalimat yang belum saya pahami.
Untuk mengatasi kendala tersebut saya memiliki cara tersendiri untuk mengatasinya, biasanya hal yang saya lakukan ketika sulit berkonsentrasi yaitu dengan berhenti membaca beberapa menit kemudian saya bernyanyi sesuka hati untuk menyegarkan kembali otak saya, dan saya kembali membaca ketika otak saya sudah fresh. Saya juga sering melakukan pengulangan kalimat pada saat membaca, dan hal yang saya lakukan untuk mengatasinya yaitu dengan cara meminimalisir regersi tersebut.

2.6    Menginformasikan Hasil Bacaan
Kesulitan yang saya alami tidak hanya ada saat saya membaca saja, namun pada saat menginformasikan hasil bacaan pun saya mengalamim kesulitan atau kendala. Adapu kendala-kendala tersebut yaitu:
    Kurang percaya diri ketika menyampaikan apa yang telah saya baca.
    Kurang memahami bagaimana cara berbicara di depan orang banyak, jadinya saya grogi untuk menyampaikan hasil bacaan saya, mungkin hal itu didasari oleh jarangnya berbicara secara terarah dihadapan orang banyak.
Dari beberapa kesulitan tersebut saya berusaha untuk mengatasinya dengan cara menarik nafas dalam-dalam, kemudian dikeluarkan dengan perlahan, dan badan saya selalu bergerak kemana saja untuk menghilangkan rasa grogi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menginformasikan hasil bacaan, yaitu:
    Bersikap tenang atau tidak grogi.
    Adanya interaksi antara pembicara dengan pendengar.
    Berbicara dengan terarah dan jelas, agar apa yang kita sampaikan dapat dipahami oleh pendengar.
    Hendaknya kita berdiri pada saat kita berbicara, kemudian berjalan untuk berinteraksi dengan pendengar.

2.7    Hubungan Membaca Dengan Menyimak, Berbicara, Dan Menulis
Keterampilan berbahasa dalam kurikulum sekolah biasanya mencakup empat segi, yaitu:
a.    Keterampilan menyimak/ mendengarkan.
b.    Keterampilan berbicara.
c.    Keterampilan membaca.
d.    Keterampilan menulis.
Setiap keterampilan tersebut erat sekali hubungannya dengan tiga keterampilan lainnya dengan beraneka ragam. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak/ mendengarkan bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita membaca dan menulis. Berikut ini merupakan hubungan membaca dengan keterampilan yang lainnya:
a.    Hubungan membaca dengan menyimak/ mendengarkan
Membaca sangat berhubungan erat dengan menyimak, karena dengan kita membaca, kita dapat member simakan kepada orang lain. Seperti yang sudah saya lakukan pada saat menginformasikan hasil bacaan yang telah saya baca.
b.    Hubungan membaca dengan menulis
Seorang politikus inggris abad ke-18, Gordon Smith menyatakan bahwa: “ Membaca tampa menulis, ibarat harta menumpuk tanpa dimanfaatkan. Menulis tanpa membaca, ibarat mengeruk air dari sumur kering. Tidak membaca dan tidak menulis, ibarat ibarat orang tak berharta jatuh kedalam sumur penuh air.” Jadi jelas sekali hubungan membaca dengan menulis tersebut sangat berkaitan.
c.    Hubungan membaca dengan berbicara
Dengan saya membaca, saya dapat berbicara dengan baik dan bermanfaat. Beda dengan tidak membaca, orang akan berbicara semaunya dan bisa jadi tidak bermanfaat, karena dalam pembicaraannya tidak ada pengetahuan baru untuk para pendengar pelajari.


BAB III
PENUTUP


3.1    Simpulan
Bedasarkan dari kegiatan membaca yang saya lakukan, ternyata banyak hal yang dapat saya pelajari maupun yang saya ketahui. Saya dapat mengatasi bagaimana cara menyikapi kesulitan atau kendala pada saat membaca, saya juga dapat belajar bagaimana cara bebicara dihadapan orang banyak dengan baik, sehingga apa yang saya sampaikan dapat dipahami oleh pendengar.

3.2    Saran
Pada saat kita membaca hendaknya kita mengetahui hal-hal apa yang dapat menghambat kegiatan membaca kita, kemudian kita belajar untuk mengatasinya. Begitu juga dengan menginformasika hasil bacaan, kita harus belajar bagaimana cara menginfomasikan hasil bacaan yang kita baca dengan baik, sehingga pesan yang kita sampaikan dapat dipahami oleh para pendengar.


DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, henry gutur. 1979. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: FKSS-IKIP.
Kuncoco, mudrajad. 2009. Mahir Menulis. Yogyakarta: Erlangga.

Rabu, 18 Januari 2012

PENYAIR INDONESIA DAN KARYANYA (ANGKATAN BALAI PUSTAKA-1953/1961)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Belajar sejarah tidak selalu dari buku-buku sejarah di sekolah. Ada banyak cara untuk belajar sejarah, salah satunya melalui sastra. Taufik ismail mengemas sejarah dalam puisi-puisinya yang masa ketika indonesia pada tahun 1966. Taufik ismail merangkum peristiwa-peristiwa sejarah pada tahun 1966 dalam dua kumpulan puisinya Tirani dan Benteng yang kemudian di terbitkan dalam sebuah buku dengan judul yang sama, Tirani dan Benteng. Dalam kedua kumpulan puisinya ini, Taufik jujur kepada para pembacanya mengenai semua yang terjadi pada tahun 1960 hingga 1966.
Kritikus H.B.Jassin (almarhum) menobatkan Chairil Anwar  sebagai “ pelopor angkatan 45 “, sebuah periodisasi sastrawan Indonesia yang di namai dengan angka keramat tahun kemerdekaan republik Indonesia. Dan yang terpenting, sejumlah puisi Chairil memang jelas-jelas mengumandandkan sepirit perjuangan dan kejuangan bangsa.

1.2    Tujuan
•    Untuk mengetahui latar belakang penyair.
•    Untuk mengetahui penyair-penyair indonesia angkatan 1953-1966.
•    Untuk mengetahui karya-karya penyair angkatan 1953-1966.

1.3    Manfaat
Sebagai bahan pembelajaran, tidak hanya untuk mahasiswa tetapi bemanfaat untuk umum. Dengan mempelajari latar belakang penyair kita dapat mengetahui bagaimana sebuah karya itu tercipta, selain itu kita dapat mengetahui penyair-penyair indonesia sekaligus karya-karya yang telah mereka hasilkan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Penyair Angkatan Balai Pustaka

a.    Muhammad Yamin
Muhammad Yamin dilahirkan di Sawahlunto pada tanggal 23 Agustus 1903 dan meninggal dunia pada tanggal 26 Oktober 1962. Karya-karyanya diantaranya tanah air dan bahasa, bangsa. Berdasarkan dari judul karya-karyanya beliau termasuk seorang nasionalis yang memiliki rasa cinta terhadap tanah air.

b.    Roestam Effendi
Rostam Effendi dilahirkan pada tahun 1902 dan menulis pada tahun 1924 dengan bukunya yang berjudul bebasari, kemudian disusul dengan buku yang bejudul percikan permenungan (1926). Penyair ini juga mempunyai sikap nasionalisme yang tinggi.

c.    Sanusi Pane
Sanusi Pane dilaahir di Muara Sipongi, Sumatera Utara, 14 November 1905 dan meninggal di Jakarta, 2 Januari 1968 pada umur 62 tahun. Kumpulan puisi Sanusi Pane banyak menulis puisi diantaranya pancaran cita dan puspa mega.

2.2    Penyair Periode 1953-1961

a.    Willibrordus Surendra Bawana Rendra
Rendra (Willibrordus Surendra Bawana Rendra), lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935 – meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai “Burung Merak”. Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Ketika kelompok teaternya kocar-kacir karena tekanan politik, kemudian ia mendirikan Bengkel Teater Rendra di Depok, pada bulan Oktober 1985. Semenjak masa kuliah ia sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.

b.    Sitor Situmorang
Sitor situmorang lahir di harian boho, sebuah desa di danau toba sumatera utara. Ayahnya pernah menjadi orang penting dalam melawan gangguan belanda dan harus menanggung akibatnya. Desanya di bakar dan orangnya di paksa menetap di lembah dekat danau, meninggalkan sisa-sisa dingin kebudayaan batak, yang dalam puisi sitor kemudian menjadi lambang asal usulnya. Sebagai anak kecil, sitor dikirim ke sekolah belanda tempat ia di perkenalkan kebudayaan barat . Ia mengembangkan kepekaan pusitisnya dalam gaung tradisi lisan batak yang di gabung dengan lagu pujian dan khotbah kristen, serta bunyi bahasa melayu, bahasa komunikasi sehari-hari.
Bahasa melayu merupakan bahasa masa depan, juga bahasa masa lalu, bahasa pantun dan syair, bahasa penyair amir hamzah dan hamzah hansyuri, yang karyanya telah mengilhami sitor dalam menggapai keseimbangan dan keselarasan antara bunyi dan irama. Dalam hal bahasa dan gagasan, sitor memiliki silsilah multi bentuk, cukup kuat untuk mencabut dari akarnya serta memberi pegangan dalam dunia kerinduan dan kesepian, keingintahuaan dan nafsu mengembara baru diciptakannya sendiri.

Contoh puisi sitor situmorang:
•    Petikan Dari “Anak Yang Hilang”.
•    Enam Benua.
•    Angin Di Danau Zurich.

Puisi angkatan 50
Subagio Sastro Wardojo
Dalang
Pulang dari seberang pantai
Lidahnya seperti kelu
Dan ia tak sedia
Memainkan lagi bonekanya
Pondoknya tertutup buat tamu
Rakyat yang kebingungan
Mendobrak pintunya dan berteriak :
- Kisahkan lakon hidup ini
dan terangkan apa artinya!
Terbangun dari keheningan
Ia menulis sajak satu kata
Yang paling bagus
Berbunyi “Hong”.
Puisi di atas, memperlihatkan ciri-ciri angkatan 50. Ciri-ciri yang terdapat dalam puisi Dalang karya Subagio Sastro Wardojo adalah berupa epik. Puisi tersebut menceritakan keadaan seorang dalang yang tidak mau bercerita lagi kemudian dia diprotes oleh rakyat untuk menceritakan sebuah lakon.. Selain itu, muncul gaya slogan yang muncul pada baitnya yang kedua baris terakhir.
...Ia menulis sajak satu kata yang paling bagus.
Berbunyi “Hong”
Dalam puisi ini juga terdapat gaya puisi liris. Pada bait pertama puisi ini sangat datar ketika masuk bait kedua emosi yang ditampil oleh pengarang mulai meninggi.
Dekade 50-an
1.    Rendra dengan kumpulan puisinya “Balada Orang-orang Tercinta”.
Penyair ini masih kreatif sampai sekarang.
2.    Sitor situmorang
•    Petikan Dari “Anak Yang Hilang”.
•    Enam Benua.
•    Angin Di Danau Zurich.
Angkatan ‘66 dengan tokoh-tokohnya antara lain:
1.    Taufiq Ismail dengan kumpulan puisinya “Tirani” dan “Benteng”.
2.    Sapardi Joko Damono dengan kumpulan puisinya “Duka-Mu Abadi”.
3.    Hartoyo Andangjaya dengan kumpulan puisinya “Buku Puisi”.
4.    Bur Rasuanto dengan kumpulan puisinya “Mereka Telah Bangkit”.
Pada tahun 1950, beberapa ahli sastra beranggapan bahwa kesusastraan mengalami kemunduran. Salah satu tokoh yang berpandangan bahwa kesusastraan Indonesia mengalami kemunduran adalah Sujadmoko. Dalam esainya yang berjudul Mengapa Konfrontasi, Sujadmoko melihat adanya krisis sastra akibat adanya krisis kepemimpinan politik. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa sastra Indonesia mengalami krisis karena yang ditulis hanya cerpen-cerpen kecil yang menceritakan psikologisme semata-mata.
Akan tetapi, tulisan Sudjadmoko tersebut mendapat reaksi keras terutama dari para sastrawan. Para sastrawan tersebut antara lain, Nugroho Notosusanto, S.M. Ardan, dan Boejoeng Saleh. Mereka mengatakan bahwa kesusastraan Indonesia tumbuh subur. H.B. Jassin dalam simposium sastra yang diselenggarakan oleh Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada tahun 1954 mengemukakan bahwa kesusastraan Indonesia modern tidak mengalami krisis. Dia mengemukannya dengan bukti-bukti dan dokumentasi yang lengkap. Pada tahun 1955, dalam simposiun yang diadakan kembali di Fakultas sastra Universitas Indonesia, Harijadi S Hartowardojo mengemukakan pendapatnya melalui tulisan yang berjudul Puisi Indonesia Sesudah Chairil Anwar. Selain dalam simposium tersebut pendapat mengenai lahirnya angkatan sastra baru muncul dalam simposium-simposium yang diadakan di Yogyakarta, Solo, dan lain-lain.
Pada tahun 1960, dalam simposium yang diadakan di Jakarta, Ajib Rosidi mengemukakan sumbangan terbaru sastrawan Indonesia untuk perkembangan kesusastraan Indonesia. Dia mencoba mencari ciri-ciri yang membedakan angkatan terbaru dengan angkatan 45. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa sikap budaya pada sastrawan yang tergolong angkatan baru merupakan sintesis dari dua sikap ekstrim mengenai kebudayaan Indonesia. Sikap yang pertama adalah sikap yang berpendapat bahwa kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak-puncak kebudayaan daerah, sedangkan sikap kedua adalah sikap yang berpendapat bahwa kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan yang mendunia. Maka sikap sintesisnya adalah kebudayaan nasional Indonesia akan berkembang dalam masyarakat Indonesia masakini, yaitu adanya kebudayaan daerah dan pengaruh dari luar.
Pada tahun 1966, dalam fajar zaman politik Indonesia baru, yaitu zaman Orde Baru, puisi mulai memainkan peranan sosial yang penting penting. Diilhami oleh beberapa sajak Chairil Anwar yang dirasa telah melontarkan perasaan pemuda yang memandang dirinya sebagai angkatan baru pejuang kemerdekaan. Sejumlah mahasiswa mulai menulis puisi kemudian diterbitkan dalam lembaran-lembaran stensilan dan memperoleh popularitas walau tidak lama. Nama-nama penyair yang lahir pada tahun 1966 adalah Taufik Ismail yang menerbitkan dua kumpulan sajaknya berjudul Benteng dan Tirani; Mansur Samin dengan Perlawanan; Bur Rasuanto dengan Mereka Telah Bangkit yang mengingatkan pada judul cerita pendeknya terdahulu yang berjudul Mereka akan Bangkit; dan Abdul Wahid Situmeang dengan Pembebasan di samping itu, terbit juga kumpulan berjudul Kenangkitan, yang merupakan tulisan bersama lima orang mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Semua buku kecil tersebut muncul pada 1966.
Ciri-ciri puisi tahun ini merupakan sajak-sajak perlawanan. Ciri-ciri tersebut terlihat dari judul-judul puisinya. Sajak tahun 1966 pertama-tama bukanlah sebagai seni melainkan curahan hati khas anak-anak muda yang mengalami kelegaan perasaan setelah masa penindasan. Meskipun demikian, tidak semua sajak-sajak tersebut sekadar untaian kosong. Ada juga sajak-sajak yang menyuarakan tuntutan-tuntutan konkret tentang pangan dan kubutuhan hidup lain.
Secara garis besar, angkatan 50 adalah angkatan yang dimulai dari tahun 1950-1970. Secara instrinsik, terutama unsur estetiknya angkatan 45 dan angkatan 50 sulit dibedakan sebab gaya angkatan 45 dapat dikatakan diteruskan oleh angkatan 50. Adanya pergantian situasi dari perang kemudian damai, maka para sastrawan mulai memikirkan masalah-masalah yang kemasyaraktan. Pada angktan ini muncul berbagai parta politik yang memilki lembaga kebudayaan sendiri, seperti PNI mempunyai LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional), partai Islam mempunyai Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia), dan PKI mempunyai Lekra (Lembaga kebudayaan Rakyat). Munculnya berbagai partai yang mempunyai lembaga kebudayaan sendiri menyebabkan corak kesusastraan Indonesia bermacam-macam.
    Sastrawan-sastrawan yang mulai menulis pada dekade 50-an:

•    Kirdjomuljo
•    WS Rendra
•    Ajib Rosidi
•    Toto Sudarto Bachtiar
•    Ramadhan KH
•    Nugroho Notosusanto
•    Subagio Sastrowardojo
•    Mansur Samin
•    N.H. Dini
•    Trisno Juwo
•    Rijono Praktikno
•    Alexandre Leo
•    Jamil Suherman
•    Bokor Hutasuhut
•    Bastari Asnin. Sularto
•    Motinggo Busje
•    Nasjah Djamin
•    Mohamad Diponegoro
•    Toha Mochtar
•    Ratmono Sn
•    Piek Ardydyanto
•    Hartojo Andangdjaja.

Para sastrawan Lekra yang menonjol dantaranya Bakri Siregar, Kalara Akustia, S. Anantaguna, F.L. Risakota, H.R. Banadaharo, dan Sabron Aidit. Sastrawan yang mulai menulis dekade 60-an, antara lain adalah Umar Kayam, Sapardi Djoko Damono, Darmanto Jt, Goenawan Mohamad, Taufik Ismail, Kunto Wijoyo, Fudoli Zaini, Danarto, Sutardji Calzoum Bahri, Budi Darma, dan abdul Hadi W.M.
Ciri-ciri puisi angkatan 50 antara lain,
1.    Gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembangnya puisi cerita dan balada, dengan gaya yang sederhana dari puisi liri,
2.    Gaya mantra mulai tampak dalam balada-balada,
3.    Gaya ulangan mulai berkembang,
4.    Gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan gaya angkatan 45,
5.    Gaya slogan dan retorik.

2.3    Analisis Puisi
Angkatan 50an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.









BAB III
PENUTUP

1.1    Simpulan
Sastrawan-sastrawan yang mulai menulis pada dekade 50-an:

•    Kirdjomuljo
•    WS Rendra
•    Ajib Rosidi
•    Toto Sudarto Bachtiar
•    Ramadhan KH
•    Nugroho Notosusanto
•    Subagio Sastrowardojo
•    Mansur Samin
•    N.H. Dini
•    Trisno Juwo
•    Rijono Praktikno
•    Alexandre Leo
•    Jamil Suherman
•    Bokor Hutasuhut
•    Bastari Asnin. Sularto
•    Motinggo Busje
•    Nasjah Djamin
•    Mohamad Diponegoro
•    Toha Mochtar
•    Ratmono Sn
•    Piek Ardydyanto
•    Hartojo Andangdjaja.

Angkatan ‘66 dengan tokoh-tokohnya antara lain:
1.    Taufiq Ismail dengan kumpulan puisinya “Tirani” dan “Benteng”.
2.    Sapardi Joko Damono dengan kumpulan puisinya “Duka-Mu Abadi”.
3.    Hartoyo Andangjaya dengan kumpulan puisinya “Buku Puisi”.
4.    Bur Rasuanto dengan kumpulan puisinya “Mereka Telah Bangkit”.
Ciri-ciri puisi angkatan 50 antara lain,
1.    Gaya epik (bercerita) berkembang dengan berkembangnya puisi cerita dan balada, dengan gaya yang sederhana dari puisi liri,
2.    Gaya mantra mulai tampak dalam balada-balada,
3.    Gaya ulangan mulai berkembang,
4.    Gaya puisi liris pada umumnya masih meneruskan gaya angkatan 45,
5.    Gaya slogan dan retorik.

1.2    Saran
Lebih banyak membaca buku-buku sejarah sastra terutama sejarah puisi karena itu akan menambah pengetahuan kita terhadap perkembangan puisi dari zaman dahulu hingga sekarang.